“Menolak Penjajahan Budaya: Jakarta Harus Menjadi Benteng Kearifan Lokal”

FOTO: David Darmawan (c) AI processed image 2024.

Jakarta, 10 Desember 2024 – Penolakan terhadap event Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 semakin menggema. Sejumlah organisasi pemuda seperti Aliansi Pemuda Jakarta (APJ), Forum Pemuda Peduli Nusantara (FPPN), Solidaritas Anak Betawi (SABET), Garda Muda Bangsa (GMB), dan Barisan Pemuda Indonesia (BPI), dengan tegas menyatakan bahwa event ini membawa lebih banyak mudharat daripada manfaat.

Source: Online/ISTIMEWA (c) 2024.

Sikap ini didukung oleh tokoh Betawi, Bang David Darmawan, Rais Laskar Suku Betawi, yang menegaskan bahwa DWP adalah bentuk penjajahan budaya yang merusak nilai-nilai leluhur masyarakat Betawi dan aqidah generasi muda.

Sumber: Sanggar seni budaya Betawi (c) 2018 Betawi bangkit.

Data dan Fakta: Dampak DWP pada Masyarakat Jakarta:

1. Penyalahgunaan Minuman Keras dan Narkoba Berdasarkan data BNN, penyelenggaraan event besar yang melibatkan musik elektronik sering menjadi ajang pesta alkohol dan narkoba. Dalam laporan tahun 2023, sebanyak 15% pengunjung DWP terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Hal ini berdampak pada peningkatan kasus overdosis dan pelanggaran hukum di Jakarta.

Sumber: BNN Istimewa (c) online image 2024.

2. Efek Psikologis dan Sosial Studi dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa partisipasi dalam acara seperti DWP dapat memicu perilaku asosial, stres, dan gangguan mental akibat konsumsi zat-zat terlarang. Dampaknya, generasi muda yang terpapar kehilangan produktivitas dan tujuan hidup.

Sumber: Gangguan Mental – Suratdokter.com

3. Kerugian Sosial-Ekonomi Meski diklaim memberikan kontribusi ekonomi, kenyataannya hanya segelintir pihak yang menikmati keuntungan dari event ini. Berdasarkan analisis Pemprov DKI tahun lalu, kontribusi DWP terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya 0,5%. Sementara itu, UMKM lokal yang mengusung kearifan budaya Jakarta sering kali tidak dilibatkan dalam acara tersebut.

FOTO: Anak-anak bermain diatas lautan sampah yang mengepung permukiman di Kampung Bengek, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (29/8/2019). tirto.id/Andrey Gromico

Keprihatinan Pemuda dan Pemimpin Betawi Bang David Darmawan mengungkapkan bahwa kurangnya koordinasi dan pemahaman atas dampak pelaksanaan DWP menciptakan kesenjangan besar antara nilai budaya lokal dan acara ini. “Ini bukan soal uang atau jatah ormas, ini soal aqidah dan martabat masyarakat Betawi.

FOTO: Bang David Darmawan (c) 2019 Private media assets.

Jakarta adalah kota dengan nilai luhur, bukan tempat untuk budaya impor yang merusak moral anak-anak kita,” tegasnya. Surat Al-Baqarah Ayat 219 menjadi pengingat penting dalam kritik ini.

Ayat tersebut menegaskan bahwa dosa dari khamar dan judi lebih besar daripada manfaatnya. Penyelenggaraan event seperti DWP bukan hanya mengundang kemaksiatan, tetapi juga merusak tatanan sosial Jakarta.

Alternatif: Acara Berbasis Kearifan Lokal Kelompok pemuda dan ormas Betawi mendorong pemerintah untuk mengembangkan event yang berbasis seni budaya lokal. Konsep seperti Festival Betawi, pameran seni tradisional, dan panggung musik akulturasi bisa menjadi alternatif yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik dan memberdayakan UMKM. “Kita perlu rebranding. Jakarta harus menjadi pusat budaya nusantara, bukan tempat penjajahan budaya asing. Mari bermusyawarah dan ciptakan event yang menjunjung tinggi nilai-nilai lokal,” lanjut Bang David.

FOTO: Bang David Darmawan selaku ketua panitia acara GERBANG BETAWI 2017 (Gerakan Kebangkitan Betawi). Di gedung museum (sekarang) B. SUEB, Jatinegara – Jakarta timur.

Seruan untuk Pemerintah Sudah saatnya pemerintah Jakarta di bawah kepemimpinan baru menunjukkan keberpihakan pada kearifan lokal. Event seperti DWP harus dihentikan, direvisi, atau dikemas ulang sesuai nilai budaya Betawi. (Bang David Darmawan).

Hal ini bukan hanya soal moral, tetapi juga soal identitas Jakarta sebagai ibu kota bangsa yang kaya akan keberagaman dan adat istiadat. Jakarta, dengan akar budaya Betawi yang kuat, tidak boleh dikompromikan oleh produk budaya luar yang tidak relevan dengan nilai leluhur. Dalam upaya membangun generasi muda yang bermartabat, mari menjadikan Jakarta kota yang berlandaskan seni, budaya, dan keberagaman yang berakar pada kearifan lokal.

“Saatnya Jakarta Berdaulat: Tolak DWP, Junjung Tinggi Budaya Sendiri.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *