Memenjarakan Penista Agama: Menegakkan Keadilan untuk Melakukan Kewajiban sebagai Muslim!

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Abang, mpok, ncang, ncing, nyak, babe, kong di mari,

Izinkan aye untuk membuka perasaan aye di mari,

Untuk semua, yang saya hormati dan muliakan, saudara-saudara sebangsa dan setanah air, kaum Muslimin dan Muslimat, para umaro, para tokoh agama, ulama, cendekiawan, serta seluruh rakyat Indonesia yang cinta akan kebenaran dan keadilan.

Izinkan saya berbicara, meluapkan, menyampaikan isi kata hati saya yang sampai detik ini belum pulih, terbakar rasanya, lewat tulisan di media daring ini. Dan bukan karena semata-mata keinginan pribadi, bukan pula karena saya terkait dengan satu agenda politik atau lainnya. Saya berbicara dari lubuk hati yang paling dalam, dari darah yang mendidih, ketika mendengar nama Rasulullah SAW dan istri beliau, Sayyidah Khadijah RA, direndahkan dan dihina oleh Suswono. Penghinaan ini telah melukai hati jutaan umat Muslim, dan sebagai seorang Muslim serta warga negara Indonesia yang berpegang teguh pada aturan hukum, saya menuntut keadilan ditegakkan dengan sepenuh kekuatan hukum.

Penistaan Terhadap Rasulullah SAW Adalah Kejahatan Berat:

Sebagai umat Muslim, kita memiliki kewajiban suci untuk melindungi kehormatan Rasulullah SAW dan keluarganya dari segala bentuk penghinaan. Suswono, yang secara terbuka telah merendahkan Nabi kita yang mulia, harus dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan hukum negara dan syariat Islam. Menghina Nabi Muhammad SAW bukanlah tindakan yang dapat dimaafkan begitu saja dengan sekedar ucapan maaf. Ini adalah kejahatan serius, kejahatan yang menyerang akar iman kita, dan dalam konteks hukum Indonesia, ini merupakan pelanggaran yang diatur secara tegas.

Di Indonesia, penghinaan terhadap agama diatur oleh Pasal 156a KUHP, yang berbunyi: “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Ini adalah hukum yang jelas, dan Suswono telah melanggar pasal ini. Tidak ada pembenaran bagi tindakan ini, tidak ada celah hukum yang bisa digunakannya untuk melarikan diri dari tanggung jawab. Ucapan permintaan maafnya tidak boleh dan tidak dapat menghentikan proses hukumHukum harus ditegakkan, tidak peduli siapa yang melanggar, dan penista agama harus dihukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Permintaan Maaf Tidak Menghapus Pelanggaran Hukum:

Saudara-saudara sekalian, Suswono telah mengajukan permintaan maaf. Tapi apa artinya permintaan maaf jika tidak disertai dengan pengakuan penuh atas kesalahan dan tidak diiringi dengan penegakan hukum yang adil? Permintaan maaf tidak serta-merta menghapus pelanggaran yang telah dilakukan. Menghina Nabi Muhammad SAW bukanlah kekhilafan yang bisa dianggap sepele, dan ini bukan sekedar “keseleo lidah”. Ini adalah kata-kata yang diucapkan dengan penuh kesadaran, dipikirkan, dan disampaikan di depan publik. Tidak mungkin seseorang yang benar-benar menghormati Rasulullah SAW akan mengatakan hal demikian dengan mudah. Penghinaan ini mencerminkan lebih dari sekedar kesalahan kecil—ini mencerminkan karakter yang sesungguhnya dari seseorang yang angkuh dan merasa dirinya lebih tinggi daripada yang lain.

Fakta bahwa permintaan maaf dilakukan setelah waktu yang cukup lama dan setelah tekanan dari berbagai pihak menunjukkan bahwa ini bukanlah permintaan maaf yang tulus, melainkan sebuah upaya untuk meredam kemarahan publik. Saudara-saudara, jangan sampai kita tertipu oleh kata-kata manis yang disampaikan untuk menutupi sebuah kesalahan fatal. Proses hukum harus berjalan, karena hanya melalui penegakan hukum yang tegas, keadilan akan ditegakkan dan kehormatan agama akan dijaga.

Akidah, Fiqih, dan Kecintaan Terhadap Rasulullah SAW:

Dari sudut pandang Islam, penghinaan terhadap Rasulullah SAW adalah dosa yang sangat besar. Rasulullah SAW bukan hanya sosok sejarah, beliau adalah panutan, suri teladan, dan rahmat bagi seluruh alam. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami mengutusmu (Muhammad) sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107). Menghina beliau sama dengan merendahkan rahmat Allah bagi umat manusia. Dalam fiqih Islam, menghina Rasulullah SAW adalah perbuatan kufur yang berat, dan pelakunya harus dihukum dengan tegas, baik di dunia maupun di akhirat.

Ulama sepakat bahwa penghinaan terhadap Rasulullah SAW tidak bisa dianggap enteng. Mengucapkan kata-kata yang menghina Rasulullah SAW, bahkan sekadar guyonan, adalah bentuk pelanggaran akidah. Ini bukan sekedar masalah etika, melainkan pelanggaran terhadap dasar-dasar keimanan kita. Tidak ada seorang Muslim sejati yang dengan sengaja atau tanpa sadar akan mengucapkan kata-kata yang merendahkan Rasulullah SAW. Jika seorang Muslim benar-benar memuliakan Rasulullah lahir dan batin, keseleo lidah yang menghina beliau akan jauh dari kemungkinannya terjadi.

Perspektif Psikologi: Apakah Ini Cerminan Kepribadiannya?

Dalam ilmu psikologi, kata-kata yang keluar dari seseorang mencerminkan isi hati dan kepribadian aslinya. Apa yang diucapkan Suswono di depan umum mencerminkan sifat angkuh, sombong, dan merendahkan orang lain, bahkan Nabi Muhammad SAW. Tidak mungkin seseorang yang benar-benar menghormati Nabi SAW akan berbicara seperti itu, apalagi dengan gaya yang angkuh dan percaya diri seperti yang ditunjukkan Suswono. Ini menunjukkan bahwa mungkin di dalam dirinya ada keraguan atau penghinaan yang tersembunyi terhadap agama yang diakuinya.

Ketika seseorang mengaku salah atau khilaf, kita harus mempertanyakan: Apakah ini benar-benar kekhilafan, ataukah ini mencerminkan kepribadian aslinya? Apakah penghinaan ini adalah hasil dari pemikiran yang mendalam yang terungkap tanpa disadari? Seorang pemimpin yang sejati, yang benar-benar menghormati agama dan Rasulullah, tidak akan pernah terjebak dalam kesalahan seperti ini.

Kesombongan Suswono Terhadap Umat dan Agama:

Kita juga harus melihat bagaimana Suswono menunjukkan kesombongannya di hadapan publik. Tidak cukup baginya untuk hanya merendahkan Nabi Muhammad SAW, tetapi dia juga memperlihatkan arogansi yang luar biasa dengan memanggil nama mulia Sayyidah Khadijah RA, seolah-olah beliau adalah teman sejawatnya.

Siapa Suswono ini? Apa haknya berbicara dengan cara yang begitu merendahkan terhadap istri Rasulullah SAW? Sayyidah Khadijah bukanlah wanita biasa. Beliau adalah sosok mulia, yang dipilih oleh Allah SWT untuk mendampingi kekasih-Nya, Rasulullah SAW. Apakah Suswono merasa dirinya lebih besar daripada wanita yang telah berkorban segalanya demi Islam dan Rasulullah?

Ingatlah firman Allah dalam Surah Al-Ahzab (33:6): “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka (kaum mukminin).”
Allah dengan jelas mengangkat derajat istri-istri Nabi Muhammad SAW sebagai Ibu Kaum Mukminin. Bagaimana mungkin ada seorang Muslim yang berani menghina ibu dari umat ini? Siapa yang berani mempermainkan kehormatan seorang ibu? Jika kita melihat penghinaan ini tanpa rasa marah atau tersinggung, maka dimana letak cinta kita kepada Rasulullah SAW dan keluarganya?

Tidak cukup sampai di sana, Suswono dengan entengnya mempermainkan “status” wanita-wanita mulia yang akhirnya menjadi “janda.” Janda-janda yang dimuliakan oleh Allah SWT, yang telah berkorban demi dakwah, yang hidupnya penuh ketulusan dan pengabdian kepada Allah dan Rasul-Nya. Apa hak Suswono untuk berbicara dengan nada menghina dan memperolok mereka? Apakah Suswono lupa bahwa Rasulullah SAW sendiri menikahi wanita-wanita yang ditinggalkan suaminya karena wafat dalam perjuangan? Lantas, apa yang dimaksudkan Suswono dengan mengejek status mereka?

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita (istri).”
(HR. Muslim)

Ini adalah pesan langsung dari Nabi Muhammad SAW agar kita menghormati wanita, apalagi wanita mulia seperti Sayyidah Khadijah dan para istri Rasulullah. Menghina mereka berarti menghina kehormatan Nabi SAW sendiri, dan ini adalah dosa besar yang tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Saudara-saudaraku, wanita-wanita yang disebutkan oleh Suswono bisa saja adalah ibu kita, adik kita, atau anak perempuan kita. Bayangkan, bagaimana perasaan kita jika ada orang yang berbicara menghina ibu kita dengan cara seperti itu? Tidak ada alasan yang dapat membenarkan perbuatan tersebut. Menghina wanita dengan mengukur kehormatan mereka berdasarkan status pernikahan, harta, atau umur adalah bentuk arogansi yang amat besar. Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita bahwa wanita dimuliakan bukan karena status sosial, tetapi karena takwa mereka kepada Allah SWT.

Apakah Suswono lupa dengan firman Allah dalam Surah Al-Hujurat (49:11): “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok).”
Mencela dan merendahkan orang lain adalah tindakan yang jelas dilarang oleh Allah. Bagaimana mungkin seorang yang mengaku Muslim bisa begitu mudah mengolok-olok status janda, tanpa sedikit pun rasa takut kepada azab Allah?

Penulis menulis ini dengan air mata yang mengalir. Mata ini tidak mampu menahan kesedihan dan kemarahan mendengar kehormatan Nabi Muhammad SAW dan keluarganya dipermainkan. Ingin rasanya meninju layar laptop ini sebagai pelampiasan emosi yang mendidih di dada. Namun, penulis sujud, menangis di hadapan Ilahi Rabbi, memohon keadilan dari Yang Maha Kuasa. Semoga Allah SWT memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada Suswono, sesuai dengan perbuatannya yang menista.

Sungguh, penghinaan ini bukanlah kesalahan kecil yang bisa dimaafkan begitu saja. Allah berfirman dalam Surah Al-Ma’idah (5:33) bahwa bagi mereka yang merusak kehormatan dan tatanan agama, hukuman mereka adalah yang setimpal: “Balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, atau diasingkan dari bumi. Itulah penghinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka akan mendapat azab yang besar.”

Suswono harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum, baik hukum dunia maupun hukum akhirat. Penghinaan terhadap Rasulullah SAW dan wanita-wanita mulia dalam Islam tidak dapat dianggap remeh. Kita harus berjuang untuk menegakkan keadilan, dan memohon kepada Allah SWT agar memberi pelajaran yang setimpal kepada mereka yang berani menista agama kita.

Ya Allah, tegakkan keadilan atas mereka yang telah menghina Rasul-Mu dan keluarganya. Jangan biarkan mereka terlepas dari hukuman di dunia dan akhirat. Hanya kepada-Mu kami berlindung, dan hanya kepada-Mu kami berserah diri.

Bahkan setelah diminta untuk meminta maaf, ia masih bersikeras bahwa banyak pihak yang perlu “tabayun.” Tabayun untuk apa? Apakah ada yang perlu dijelaskan ketika kata-katanya jelas-jelas menghina dan menista? Kata-katanya jelas, niatnya jelas, dan penghinaannya jelas. Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Proses hukum harus berjalan, dan keadilan harus ditegakkan.

Untuk Para Pembela Suswono:

Saya juga ingin menyampaikan pesan tegas kepada mereka yang membela Suswono. Membela tindakan penistaan agama tanpa dasar yang benar adalah tindakan yang sama buruknya. Pembelaan buta terhadap penista agama hanya akan memperkuat penghinaan yang dilakukan dan merusak moralitas umat. Jangan sampai kita terjebak dalam membela orang yang telah jelas-jelas melanggar batas.

Kesimpulan:

Saudara-saudara sekalian, saya berbicara dari hati nurani yang paling dalam, dari kecintaan yang mendalam kepada Rasulullah SAW. Kita tidak bisa diam ketika nama Rasulullah SAW dihina. Saya menuntut agar Suswono dipenjara, dan pencalonannya sebagai wakil gubernur Jakarta segera dicabut. Ini bukan tentang Pilkada, ini tentang mempertahankan kehormatan agama kita dan menegakkan hukum di negeri ini.

Penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW adalah kejahatan besar yang tidak boleh dimaafkan begitu saja. Hukum harus ditegakkan, dan keadilan harus ditegakkan. Tidak ada kompromi untuk penista agama!

Kalau ada kesalahanitu milik kami,

Kesempurnaan hanya milik ALLAH!

Izinkan aye menutp dengan sedikit pantun,

Di atas daratan ade gunung, di atas gunung ade langit,

Buat kite semua pembela Aqidah agama jangan pade bingung!

Karena perintah kite ude dateng dari langit!

Ihdinas sirotol mustaqim

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 1 November 2024 – 29 Rabiul’ akhir 1446 H.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *