Oleh David Darmawan, Direktur Uatama, PT Betawi Global Korporatindo.

Ada satu pertanyaan besar yang kini sedang dihadapi bangsa kita: apakah kita akan menjadi penonton di era kecerdasan buatan, ataukah kita berani berdiri di panggung utama, menentukan arah, dan menjadikan teknologi sebagai sahabat dalam perjalanan kita?
Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 64 juta UMKM. Mereka bukan sekadar unit bisnis. Mereka adalah denyut nadi kehidupan sehari-hari, tulang punggung ekonomi, dan wajah sejati masyarakat kita. Namun faktanya, hanya sekitar seperempat dari mereka yang benar-benar memanfaatkan teknologi digital.
Di situlah letak tantangan, sekaligus kesempatan.
Mengubah Tantangan Menjadi Harapan
Kita sering bicara tentang bagaimana kecerdasan buatan — artificial intelligence — mengubah dunia. Di Wall Street, AI membantu manajer aset membaca pasar dengan lebih presisi. Di rumah sakit, ia menyelamatkan nyawa dengan mendiagnosis penyakit lebih cepat daripada dokter.
Pertanyaannya: bisakah AI juga menjadi sahabat bagi pedagang kecil di Pasar Minggu, bagi pengrajin batik di Pekalongan, atau bagi petani kopi di Toraja?
Saya percaya jawabannya: bisa. Bahkan, harus.

Gerakan yang Lahir dari Persatuan
Melalui inisiatif AI for Good, kami mencoba menyalakan percikan itu. Bersama PT Betawi Global Korporatindo, SOCENTIX, dan organisasi masyarakat Betawi Bangkit, kami menggelar sebuah program sederhana namun bermakna: mahasiswa mendampingi UMKM dengan AI.
Tujuannya bukan sekadar berbagi teori, melainkan membangun ekosistem berkelanjutan. Mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu belajar bukan hanya untuk meraih gelar, tetapi untuk menempa diri sebagai agen perubahan. Sementara UMKM mendapatkan pendampingan praktis: dari pemasaran digital hingga analisis keuangan berbasis AI.
Bayangkan: sebuah gerakan di mana ilmu pengetahuan yang lahir di kampus tidak berhenti di ruang kuliah, tetapi langsung mengalir ke pasar-pasar, bengkel kecil, dan warung-warung di pelosok negeri.
AI yang Membumi
Ada anggapan bahwa AI adalah sesuatu yang rumit, mahal, dan hanya untuk korporasi besar. Padahal, banyak alat AI gratis dan mudah digunakan:
- ChatGPT/Gemini untuk menulis konten pemasaran atau menjawab pelanggan.
- Canva AI untuk desain grafis profesional.
- Spreadsheet berbasis AI untuk mencatat keuangan sederhana.
Itulah wajah AI yang membumi. Teknologi yang dulu terasa jauh kini bisa ada di genggaman, bahkan di warung kopi pinggir jalan.
Sebuah Jembatan Masa Depan
Lebih jauh lagi, kami membangun platform SOCENTIX — ruang digital berbasis Web 3.0 dan AI, tempat mahasiswa dan UMKM bisa terus berkolaborasi setelah webinar selesai. Di sana, mereka terhubung, belajar, dan tumbuh bersama.

Model ini sudah terbukti berhasil di banyak negara. Malaysia, misalnya, telah mengintegrasikan pendampingan UMKM dalam kurikulum universitas. Dan kini, kita bisa membuat versi Indonesia yang lebih kuat, lebih inklusif, lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat kita sendiri.
Indonesia di Panggung Dunia
Namun, visi ini tidak berhenti di dalam negeri. Kami ingin mahasiswa Indonesia bertukar pikiran dengan dunia, membangun jejaring internasional, dan membawa pulang ilmu baru untuk memperkuat UMKM lokal.
Jika universitas-universitas kita sudah mampu mengirim mahasiswa ke kampus-kampus dunia, maka mengapa tidak kita jadikan AI for Good sebagai gerakan global? Sebuah jembatan yang menghubungkan desa kecil di Jawa Barat dengan laboratorium teknologi di Eropa.
Menggenggam Masa Depan Bersama
Pada akhirnya, AI for Good bukan hanya soal teknologi. Ia adalah soal peradaban. Soal bagaimana kita memilih untuk tidak meninggalkan siapa pun di belakang.
Sejarah tidak ditulis oleh mereka yang ragu-ragu. Ia ditulis oleh mereka yang berani bermimpi, lalu bekerja bersama untuk mewujudkannya.
Hari ini, kita punya kesempatan untuk menulis bab baru: sebuah Indonesia di mana mahasiswa, UMKM, dan kecerdasan buatan berjalan beriringan. Sebuah negeri yang tidak takut pada masa depan, karena ia tahu masa depan itu bisa dibangun bersama.
Dan saya percaya, jika kita melangkah bersama, maka UMKM Indonesia tidak hanya akan naik kelas. Mereka akan menjadi lokomotif yang membawa kita semua menuju sebuah bangsa yang lebih adil, sejahtera, dan berdaya saing di dunia.
