
Prolog: Gangguan yang Mengguncang Kepercayaan
Sejak akhir Maret 2025, Bank DKI — bank milik Pemprov DKI Jakarta — menjadi sorotan akibat gangguan sistem IT yang berlarut-larut. Aplikasi JakOne Mobile, layanan ATM, dan transaksi QRIS lumpuh total selama lebih dari seminggu, membuat nasabah frustrasi karena tidak bisa bertransaksi saat momen Lebaran . Gangguan ini bukan pertama kali terjadi: ini adalah kali ketiga dalam kurun dua tahun terakhir . Bagaimana sebuah bank daerah dengan aset triliunan bisa terjebak dalam krisis berulang? Apa akar masalahnya, dan solusi seperti apa yang diperlukan?
Akar Masalah: Antara Kelalaian Internal dan Sistem yang Rapuh
1. Mekanisme Keamanan yang “Overprotektif”
Bank DKI mengklaim gangguan terjadi karena sistem keamanan internal otomatis mengaktifkan fitur pemulihan darurat untuk mencegah potensi kebocoran data atau serangan siber . Namun, langkah ini justru mematikan layanan kritis seperti transfer antarbank dan top-up e-wallet. Menurut Budi Rahardjo, pakar IT dari ITB, sistem seharusnya tidak perlu shutdown total kecuali ada indikasi serius seperti ransomware atau fraud masif . Pertanyaannya: Apakah ini alasan teknis, atau kedok untuk menutupi kelemahan infrastruktur?
2. Riwayat Buruk Tata Kelola IT
Gubernur DKI Pramono Anung mengungkapkan, gangguan ini adalah kali ketiga dalam dua tahun terakhir. Sebelumnya, pada 2024, Bank DKI juga dilanda skandal korupsi pengadaan aplikasi SimPel senilai Rp14 miliar yang melibatkan Direktur IT sebelumnya . Pola berulang ini menunjukkan lemahnya audit internal dan pengawasan risiko IT. Direktur IT terbaru, Amirul Wicaksono, akhirnya dicopot karena dianggap lalai menjaga stabilitas sistem .
3. Komunikasi yang Minim dan Krisis Kepercayaan
Selama gangguan, komunikasi Bank DKI kepada nasabah dinilai tidak transparan. Banyak nasabah seperti Ari, yang gagal membayar belanjaan via QRIS, hanya mendapat informasi minim melalui media sosial . Anggota DPRD DKI, Francine Eustacia, menegaskan bahwa minimnya update memperparah kecemasan nasabah .

Dampak: Bukan Hanya Gangguan Teknis, Tapi Juga Sosial
- Keterlambatan KJP dan THR: Dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan tunjangan hari raya tertunda, mengganggu kebutuhan pendidikan dan keluarga kurang mampu .
- Reputasi Anjlok: Sebagai bank milik Pemprov, Bank DKI seharusnya menjadi garda terdepan inklusi keuangan. Namun, krisis ini membuat masyarakat mempertanyakan kompetensi dan integritas institusi .
- Potensi Kerugian Finansial: Meski Bank DKI menjamin dana nasabah aman, kerugian non-material seperti waktu dan kepercayaan sulit diukur. Nasabah seperti Ari terpaksa membatalkan transaksi diskon karena aplikasi error .
Solusi: Langkah Darurat dan Reformasi Jangka Panjang
1. Audit Independen dan Kolaborasi dengan Regulator
Komisi B DPRD DKI mendesak audit eksternal oleh BPK dan OJK untuk mengungkap celah sistem dan tata kelola . Bank DKI juga perlu memperkuat koordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk meningkatkan deteksi ancaman siber.
2. Pembenahan Infrastruktur IT
- Mitigasi Risiko Proaktif: Sistem pemantauan real-time dan tim rapid response harus dibentuk untuk mengantisipasi gangguan sebelum meluas .
- Migrasi ke Teknologi Cloud: Infrastruktur legacy yang rentan perlu diganti dengan sistem berbasis cloud yang lebih skalabel dan aman.
3. Transparansi dan Edukasi Nasabah
Bank DKI harus membuka kanal komunikasi aktif, seperti notifikasi push di aplikasi atau SMS, untuk mengupdate status pemulihan. Edukasi nasabah tentang alternatif transaksi saat darurat juga diperlukan .
4. Sanksi Tegas dan Reformasi Budaya Kerja
Pemberhentian Direktur IT hanyalah langkah awal. Bank DKI perlu mereformasi budaya kerja dengan menetapkan KPI ketat untuk tim IT dan direksi. Pelaporan ke Bareskrim juga harus diikuti proses hukum yang transparan jika terbukti ada kelalaian .

Brigitta Belia Permata Sari – detikNews
Rabu, 09 Apr 2025 12:40 WIB
Epilog: Pelajaran untuk Masa Depan
Krisis Bank DKI adalah cermin buruknya tata kelola IT di perbankan daerah. Solusi teknis saja tidak cukup — yang diperlukan adalah perubahan paradigma: dari sekadar memenuhi regulasi, menjadi membangun sistem yang berpusat pada kepercayaan nasabah. Seperti kata Gubernur Pramono Anung: “Ini yang terakhir. Tidak boleh ada kejadian keempat” . Namun, janji hanya berarti jika diikuti aksi nyata.
Catatan Investigasi:
- Sumber Data: Laporan media, keterangan resmi Bank DKI, dan wawancara pakar IT.
- Rekomendasi Ahli: Audit eksternal, migrasi teknologi, dan peningkatan kapasitas SDM IT.
Penulis: Tim Investigasi Finansial & Teknologi ORMAS Betawi b@nkIT (Betawi bangkit).
“Ketika sistem gagal, yang tersisa adalah pertanyaan: Siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana mencegahnya terulang?”