Kuwalat Lidah Suswono: Dari Penistaan Nabi hingga Kekalahan Memalukan di Kampung Orang


Jakarta, Jumat 29 November 2024 27 Jumadil Awal/Jumadil Ula 1446 H

Izinkan penulis menyampaikan sebuah narasi tentang ucapan yang membawa seorang Suswono ke dalam kondisi “kuwalat”—sebuah pelajaran berharga yang sepertinya hingga kini belum sepenuhnya ia pahami, terutama terkait ruang “maaf” dan “taubat.” Bersama pasangannya, peristiwa ini menjadi cerminan bagi kita semua.

Semoga narasi berikut dapat menjadi pengingat, pertama-tama bagi diri penulis sendiri, dan juga bagi saudara-saudara sebangsa, setanah air, serta umat Muslim, khususnya di Jakarta, di kampung-kampung kita tercinta. Insyaa Allah, blog ini diniatkan sebagai bentuk syiar untuk menegakkan yang hak dan memperingatkan yang bathil.

Dengan rendah hati, penulis memohon izin untuk mengisahkan perjalanan Suswono dalam Pilkada Jakarta 2024 berikut ini, sebagai peringatan agar kita senantiasa menjaga ucapan dan tindakan. Ibarat pepatah, jangan sampai karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Penulis, yang juga bertindak sebagai pelapor, ingin menyampaikan ungkapan semangat melalui lantunan pantun Betawi:

Jalan-jalan ke Bogor muter lewat Cibadak,
Ke Gunung Sindur beli nangka.
Biar digedor, biar digebrak,
Kaga bakalan mundur barang selangkah!

Dengan tekad yang bulat, kami berkomitmen untuk terus mengawal dan menuntaskan laporan atas dugaan penistaan agama oleh Suswono. Proses ini, yang bermula di Bawaslu, kini telah berlanjut di Polda Metro Jaya. Semoga kebenaran senantiasa terjaga, dan keadilan dapat ditegakkan.

Sebuah Ucapan yang Mengguncang Jakarta

Sumber: Istimewa Ormas Bang Japar (2024) Media.

Di tengah gemuruh kampanye Pilkada Jakarta 2024, ucapan Suswono, calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Ridwan Kamil, menciptakan badai yang tak hanya mengguncang panggung politik, tetapi juga melukai hati jutaan umat Islam. Dalam sebuah forum terbuka, Suswono dengan enteng menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai “pemuda pengangguran yang menikahi janda kaya, Siti Khadijah.” Pernyataan ini tidak hanya salah secara historis, tetapi juga menghina kesucian kisah cinta agung Nabi dan menjadi bentuk penistaan terhadap agama.

Tidak berhenti di situ, pasangan ini, dalam kampanye-kampanye terakhirnya, melontarkan candaan yang merendahkan status “janda,” mengukuhkan citra mereka sebagai pemimpin yang tidak memahami sensitivitas budaya dan nilai masyarakat Jakarta, khususnya Betawi. Tidak heran jika ucapan-ucapan ini berbuntut pada kekalahan telak mereka, proses hukum atas dugaan penistaan agama, dan reputasi partai mereka sebagai partai Islam yang kini berada di ujung tanduk.


Penistaan Nabi dan Penghinaan terhadap Wanita: Sebuah Tinjauan

1. Kesalahan Fatal terhadap Kisah Nabi Muhammad SAW

Pernyataan Suswono tentang Nabi Muhammad SAW menunjukkan ketidakpahaman mendalam akan sejarah Islam. Nabi Muhammad SAW, meskipun yatim piatu sejak kecil, dikenal sebagai pribadi yang bekerja keras dan dikenal sebagai Al-Amin (yang dapat dipercaya). Pernikahannya dengan Siti Khadijah RA adalah simbol kemuliaan cinta, kepercayaan, dan saling mendukung dalam menjalankan dakwah.

Firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 11 mengingatkan:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)…”

Ucapan Suswono tidak hanya mencederai umat Islam tetapi juga mengabaikan nilai-nilai kesopanan dan adab dalam berbicara tentang figur yang dihormati.

2. Ejekan terhadap Status “Janda”

Dalam kampanye-kampanye terakhir, pasangan ini melontarkan candaan yang merendahkan status “janda.” Di masyarakat Betawi, status janda adalah simbol ketegaran, bukan aib. Perempuan yang menjanda sering kali dihormati sebagai individu yang kuat, mandiri, dan tetap menjalankan perannya dalam keluarga dan masyarakat.

Dalam Islam, penghinaan terhadap wanita memiliki konsekuensi berat. Rasulullah SAW bersabda:
“Orang-orang yang terbaik di antara kalian adalah mereka yang paling baik kepada istrinya.” (HR Tirmidzi).

Pasangan ini, alih-alih memuliakan wanita, justru melukai martabat mereka.


Dampak Ucapan: Sosial, Politik, dan Hukum

1. Kekalahan Telak di Pilkada Jakarta

Survei elektabilitas pasangan Ridwan Kamil-Suswono anjlok drastis pasca kontroversi ini mencuat. Kelompok pemilih perempuan, masyarakat Betawi, dan umat Islam yang semula menjadi basis dukungan utama, berbalik arah. Pada hari pemungutan suara, pasangan ini hanya memperoleh 27% suara, angka terendah dalam sejarah Pilkada Jakarta.

Menurut analisis para ahli politik, kekalahan ini tidak hanya karena ucapan Suswono tetapi juga karena kegagalan mereka memahami kepekaan budaya dan nilai masyarakat Jakarta.

2. Proses Hukum atas Dugaan Penistaan Agama

Tidak berhenti di kekalahan politik, kasus ini juga memasuki ranah hukum. Sejumlah ormas Islam dan tokoh masyarakat telah melaporkan Suswono atas dugaan penistaan agama ke pihak berwenang. Proses hukum terus berjalan, dengan desakan dari pelapor agar kasus ini dikawal hingga tuntas.
Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 42 memperingatkan:
“Dan janganlah kamu mencampuradukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu menyembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahuinya.”

Sumber: ORMAS Betawi Bangkit (2024) peliputan khusus Betawi News.

3. Kehancuran Reputasi Partai yang Mengaku Islam

Sebagai kader dari partai yang berbasis Islam, ucapan Suswono tidak hanya mencoreng dirinya sendiri tetapi juga partainya. Banyak simpatisan partai yang merasa dikhianati, menganggap partai ini tidak layak mengusung nama Islam jika kadernya tidak memahami nilai-nilai dasar agama.


Refleksi: Kuwalat dan Jalan Taubat

Dalam budaya Betawi, “kuwalat” adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan konsekuensi atas perilaku yang melanggar nilai-nilai luhur. Kekalahan telak pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan proses hukum yang menanti bisa dilihat sebagai bentuk kuwalat atas ucapan yang mencederai agama, budaya, dan martabat wanita.

Namun, Islam selalu membuka pintu taubat bagi mereka yang tulus. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap anak Adam itu berdosa, dan sebaik-baiknya orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR Tirmidzi).

Langkah Taubat yang Harus Dilakukan Suswono

  1. Mengakui Kesalahan secara Terbuka
    Suswono harus mengakui kesalahannya di hadapan publik, menunjukkan penyesalan yang tulus atas pernyataan yang ia buat.
  2. Meminta Maaf kepada Korban yang Tersakiti
    Secara khusus, Suswono harus meminta maaf kepada umat Islam, kaum perempuan, dan masyarakat Betawi yang merasa dihina.
  3. Melakukan Perbaikan Nyata
    Komitmen untuk memperbaiki diri bisa ditunjukkan dengan mendukung program pemberdayaan perempuan, pendidikan agama, dan dialog antarbudaya.
  4. Mengikuti Proses Hukum dengan Sikap Bertanggung Jawab
    Sebagai seorang pemimpin, Suswono harus menunjukkan sikap ksatria dengan menghadapi proses hukum tanpa menghindar.

Kesimpulan: Lidah Berdarah, Karier Terkubur

Kisah Suswono dalam Pilkada Jakarta 2024 adalah pengingat keras bahwa lidah bisa menjadi senjata yang menghancurkan. Ucapan yang salah tidak hanya merusak elektabilitas politik tetapi juga membawa konsekuensi hukum, sosial, dan spiritual.

Bagi Suswono dan pasangannya, kekalahan ini adalah bentuk nyata dari “kuwalat”—konsekuensi atas tindakan yang melanggar nilai-nilai agama dan budaya. Namun, jalan menuju pemulihan masih terbuka, jika mereka mau tulus meminta maaf, bertaubat, dan memperbaiki kesalahan.

Pilkada Jakarta 2024 akan selalu dikenang sebagai peristiwa di mana lidah lebih tajam dari pedang, dan masyarakat Jakarta menunjukkan bahwa mereka tidak akan diam ketika nilai-nilai luhur diinjak.

Sumber: ORMAS Betawi Bangkit (2024) Peliputam media khusus.

Di tulis dan di ketik oleh : David Darmawan, Ketum Betawi Bangkit & Rais Laskar Suku Betawi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *