
Baca artikel detiknews, “Kelakar Suswono Soal Kartu Janda” selengkapnya https://news.detik.com/pilkada/d-7607599/kelakar-suswono-soal-kartu-janda.
Mencampur adukkan analogi duniawi dengan figur suci dalam Islam bukanlah sekadar kekhilafan. Pernyataan Suswono, calon Wakil Gubernur DKI Jakarta 2024, yang menggunakan analogi antara pernikahan Sayyidah Khadijah RA dan Rasulullah SAW dengan kondisi sosial saat ini adalah bentuk penistaan agama yang tidak dapat ditolerir.
Analogi tersebut tidak hanya merendahkan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga mengabaikan sensitivitas umat Islam, terutama masyarakat Betawi, yang menjunjung tinggi martabat Islam dan kehormatan Nabi mereka. Suswono mengaku tidak bermaksud menghina, namun, permintaan maaf saja tidak cukup untuk menutup luka umat Muslim yang merasa tersakiti.
Dalam hal ini, penting untuk mengedepankan fakta sejarah dan menjelaskan implikasi psiko-kognitif dari analogi yang salah, karena penodaan terhadap ajaran agama adalah isu serius yang melampaui batas politik.
Fakta Sejarah: Perbandingan yang Tidak Berdasar Sejarah Islam mengajarkan bahwa pernikahan Sayyidah Khadijah RA dengan Nabi Muhammad SAW bukanlah sekadar hubungan antara janda kaya dan pemuda biasa. Khadijah RA adalah wanita mulia, dan Rasulullah SAW, bahkan sebelum kenabian, dikenal sebagai Al-Amin yang berarti “yang terpercaya.” Menyandingkan kisah suci ini dengan masalah duniawi tanpa dasar yang kuat adalah bentuk penyimpangan makna. Sebagaimana disebut dalam Surah Al-Ahzab, ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. Al-Ahzab: 21). Ayat ini menekankan kemuliaan Rasulullah SAW sebagai contoh yang harus kita ikuti dengan penghormatan penuh, bukan dijadikan bahan perbandingan yang tidak bermakna.
Analogi yang Keliru dan Psiko-Kognitifnya Dalam ranah psiko-kognitif, analogi yang keliru bisa berdampak pada bagaimana orang memahami agama dan sosok Nabi Muhammad SAW.
Menganggap Nabi hanya sebagai pemuda tanpa pekerjaan menunjukkan pemahaman yang dangkal dan mengesampingkan sifat-sifat luhur Rasulullah yang terpuji.
Masyarakat Betawi yang tulen tidak akan membela siapapun yang merendahkan Nabi mereka.
Seperti dikatakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Betawi yang terkenal dengan keislamannya tidak bisa menerima pernyataan yang menyakiti hati umat Islam.
Tanggapan Masyarakat dan Tuntutan Keadilan Respons masyarakat luas, khususnya Betawi, sangat jelas: mereka merasa tersakiti dan menuntut pertanggungjawaban. Sebagai umat Islam, kita wajib menjaga kemuliaan Nabi dari segala bentuk pelecehan. Ayat dalam Surah Al-Hujurat ayat 11 mengingatkan kita: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang merendahkan kumpulan yang lain.” Analogi yang disampaikan Suswono jelas menyalahi ayat ini, karena merendahkan Nabi SAW yang merupakan sosok mulia dalam Islam.
Selain itu, dalam Surah Al-Maidah ayat 2 Allah mengingatkan, “Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran.” Sebagai umat yang menjaga keimanan, kita wajib melawan penistaan ini. Implikasi Sosial dan Seruan untuk Tanggung Jawab Menjadikan kasus ini sebagai isu politik atau mengalihkan perhatian kepada ideologi tertentu tidak akan mengubah fakta bahwa apa yang disampaikan adalah bentuk penistaan.

Umat Islam, khususnya masyarakat Betawi, berhak menuntut keadilan, karena Rasulullah SAW adalah panutan yang harus dijaga dari segala bentuk pelecehan. https://www.youtube.com/live/ZIXPaLWY0BY?si=gphUXnYXaICKkp_W
Di samping itu, sikap dan ucapan seorang calon pemimpin harus menjadi cerminan dari tanggung jawab moral, bukan alat politik yang menyakiti umat.
Kesimpulan Suswono harus bertanggung jawab secara penuh atas ucapannya yang telah menyakiti hati umat Islam.
Penistaan agama bukanlah masalah politik atau ideologi, melainkan pelanggaran terhadap nilai-nilai agama yang suci. Kita harus tetap menjaga dan melindungi agama dari setiap upaya yang merusak, karena agama bukanlah alat permainan, dan Rasulullah SAW bukanlah sosok yang layak untuk direndahkan.
David Darmawan Ketua umum Betawi bangkit & Rais Laskar Suku Betawi
Jakarta, 31 Oktober 2024 – 28 Rabiul akhir 1446 H